Mesin
Waktu Sekolah
Ada pekat bercampur penat yang
begitu terasa sesak hari ini. Teringat pula akan sebuah tugas yang berat bagi
saya. Yang berat bukan rindu, yang berat adalah memutar kembali memori usang di
kepala ini perihal masa lalu yang harus kembali saya gali di masa-masa sekolah
dulu. Mungkin tak seberapa yang bisa saya ingat, tak seberapa yang terkenang
indah. Namun, saya akan tetap berusaha memutar mesin waktu semampu dan sebisa saya.
Pertama saya
akan sedikit menceritakan pengalaman saya saat duduk di bangku SD selama 6
tahun. Meski paling lama dari satuan pendidikan yang lainnya seperti SMP dan
SMA, namun tak banyak yang masih terekam karena mungkin masa-masa itu telah
terlewatkan begitu lama. Saat SD, kelas dibagi menjadi 2 kelas, yang pertama
adalah kelas A dan yang ke-2 adalah kelas B. Kelas A diasumsikan sebagai kelas
yang dihuni oleh anak-anak pintar yang kerjaannya hanya belajar, sekolah, les
dan begitu setiap harinya. Sedangkan kelas B adalah kelas yang diasumsikan
dihuni oleh anak-anak yang derajtnya di bawah anak-anak kelas A. Tentunya bukan
anak-anak bodoh, jelas saja masih ada anak-anak pintar di dalamnya meskipun
hanya beberapa. Bedanya anak-anak di kelas ini terdiri dari anak-anak yang
hiperaktif dan biasa-biasa saja. Jangan
tanya saya ada di kelas mana, sudah jelas anak biasa seperti saya berada di
kelas B hehe.
Ada sedikit
kenangan yang menyebalkan saat saya ingat kembali, yaitu disaat kelas 3 SD
bersama wali kelas yang cantik dengan body aduhai bak model. Saat itu mata
pelajaran Bahasa Jawa, kebetulan hanya saya satu-satunya di kelas yang belum
mendapat buku paket, kerena nomor presensi saya terakhir dan persediaan buku
yang terbatas. Wali kelas meminta kami membuka sebuah halaman dari buku
tersebut, yang menjadi masalah adalah teman sebangku saya. Si lelaki pelit yang
entah bagaiman kabarnya saat ini. Kami diminta membaca pada halaman tersebut,
kemudian menjawab soal yang tertera di bawahnya. Sialnya teman sebangku saya
adalah banci pelit, sehingga memaksa saya harus melirik-lirik buku yang ia
miliki untuk mengetahui bacaannya. Dan bagai jatuh ditimpa tangga, tiba-tiba
saja wali kelas itu menuduh saya mencontek, saya dimarahi habis-habisan. Tak
ada kesempatan menjawab, saya hanya tertunduk diam. Tak lama saat jam mata
pelajaran hampir selesai, seorang guru lain mendatangi kelas saya untuk memberi
buku itu. Dalam hati saya bergumam “Terlambat”. Saya harus menerima kesialan
dulu sebelum mendapatkannya. Tapi entah apa yang dipikirkan wali kelas yang
memarahi saya saat itu, saya harap beliau menyesal setelah tau bahwa saya tidak
bertindak buruk. Sayangnya orang yang lebih tua biasanya sungkan meminta maaf.
Lupakan hal
menyebalkan itu, memang memori buruk selalu lebih mudah diingat ya. Sekarang
saya akan membahas guru favorit saya semasa SD, guru yang saya sukai saat itu
adalah Bu Yani yang menjadi wali kelas saya di kelas 5. Perangai dan tuturnya
lembut, orangnya sabar, penjelasannya mudah dipahami, dan bukan pemarah. Beliau
mempunyai caranya sendiri untuk meningkatkan kemampuan siswanya dalam mata
pelajaran. Biasanya dalam satu kelas terdapat 4 baris bangku, satu baris
pertama adalah baris A yang diduduki bagi siswa yang mendapat nilai bagus, satu
baris sebelahnya adalah baris B bagi siswa-siswa yang nilainya baik, di
sebelahnya lagi adalah baris C yang
diperuntukan bagi siswa yang nilanya cukup, sedangkan baris yang
terakhir diperuntukan bagi siswa yang nilainya kurang. Hal tersebut mungkin
terkesan membeda-bedakan, tapi menimbulkan rasa gengsi pula bagi siswa-siswa
untuk meningkatkan kemampuannya.
Selanjutnya
langsung saja mesin waktu kita majukan ke masa-masa SMP. Di SMP tak banyak yang
berubah, hanya saja saya seperti menemukan diri saya sebagai sosok yang baru.
Saat SD saya tak mengerti apapun, bahkan untuk belajar saja malas. Namun saat
SMP bisa dibilang masa keemasan bagi saya. Saya mulai gemar belajar, saya
senang memperhatikan guru saya menerangkan karena memang banyak guru yang
menurut saya memiliki keunikan dalam mengajari siswanya. Bahkan yang lebih luar
biasa, saya menjadi anak yang gemar dengan matematika.
Saya mulai dari
guru yang membuat saya gemar matematika, namanya Bu Rita, saya mulai diajar
beliau sejak kelas 8 hingga kelas 9. Entah bagaimana, rumusnya dapat menjadi
candu bagi saya, padahal Bu Rita terhitung sebagai guru yang galak. Salah satu
cara efektif yang beliau lakukan adalah dengan merangkum beberapa rumus yang
dipadukan dengan sebuah lagu. Umpamanya puisi, rumus tersebut dibuatnya bak
mukalisasi puisi, mungkin bisa disebut musikalisasi rumus hehe. Saya ingat
benar waktu itu beliau menggunakan nada dari lagu Mata Band yang berjudul
“Ketahuan”. Saya merasa cara itu efektif untuk mengingat rumus, terlebih lagi
saat itu lagu tersebut sedang popular. Selain itu, sebelumnya saya juga sempat
diajar oleh seorang guru matmatika lain yang menurut saya cara mengajarnya
kurang efektif, beliau hanya sesekali menerangkan dan lebih sering duduk
bermain gawai.
Guru lain yang
membuat saya terseksan adalah guru Biologi, namanya Bu Kris. Orangnya mungil,
namun suaranya menggelegar. Ia juga dikenal galak bagi sebagian siswa, tapi
menurut saya sih tidak. Yang paling saya ingat dari cara beliau mengajar adalah
ketika hendak ulangan atau ujian akhir, beliau membuat sebuah rangkuman atau
catatan singkat yang beliau tulis sendiri dengan tulisan tangan. Kemuadian
beliau menggandakannya untuk siswa-siswanya sebagai bahan belajar siswanya.
Jujur saja, sampai detik ini saya
menggunakan cara beliau dalam belajar, yaitu dengan membuat rangkuman dengan
bahasa dan tulisan tangan saya sendiri.
Ada lagi satu
guru yang benar-benar digilai siswanya, terutama siswinya bahkan hingga
siswi-siswi SMK di sebelah SMP. Namanya adalah Pak Herland tapi lebih akrab
dipanggil Pak Heyer, beliau adalah guru seni musik yang bisa dibilang kece
denga perangai tampan, usia muda, dan gaya santainya. Tentunya selain enak
dipandang, beliau juga memiliki keunikan sendiri dalam mengajar. Caranya
mengajar adalah dengan menugasi siswa-siswanya untuk mencari dan mendownload
sebuah lagu yang beliau minta dari sumber internet atau youtube. Saya ingat
beberapa lagu seperti lagu I don’t Love
You dari My Chemical Romance, Fall
For You dari Secondhand Serenade,
Menuju Temaram, Saint Of My Life, Goodbye
Whiskey, Kuat Kita Bersinar, dan Lady
Rose dari SID, Sebuah rahasia dari Pee Wee Gaskin, dan sebuah lagu yang tak
saya ingat judulnya dari Superglad. Setelah itu, kami akan menyanyikannya
berasama di kelas dan mempelajari akord gitarnya.
Satu hal lagi
yang saya ingat di bangku SMP, tentunya tentang guru bahasa Indonesia. Karena
kurang lengkap rasanya bila saya tidak menceritakan sosok-sosok yang kelak,
mungkin akan saya gantikan posisinya. Saat SMP saya diajajar oleh 2 orang guru
bahasa Indonesia, nama beliau Bu Umi dan Pak Ibnu. Keduanya memiliki perangai
yang sama, tuturnya lembut, kalem, dan penyabar. Jujur saja saat itu saya
terkesan dengan orang-orang seperti itu.
Saya lanjutkan
perjalanan waktu kita ke masa SMA. Di SMA, saya kembali menjadi anak yang
biasa-biasa saja. Saya banyak menemui hal-hal baru yang jauh berbeda dari masa
SMP. Jika di SMP saya menemui guru bahasa Indonesia yang kalem, lembut
tuturnya, dan penyabar, maka berbeda di SMA. Mungkin sebagian dari kita yang
ada di sini, seperti anak teater sudah tak asing lagi dengan nama Teguh Satrio,
atau akrab dipanggil Pak Tesa atau Mas Tesa. Beliau orang yang santai namun
cukup tegas, gaya mengajrnya menyesuaikan usia siswa-siswanya seperti misalnya
cara bicaranya yang tidak terlalu setinggi langit untuk ukuran anak SMA,
Kecintaannya kepada seni teater juga sering beliau tanamkan di kelas misalnya
saja saat ada materi tentang drama beliau sering menayangkan dokumentasi drama
yang ia miliki entah dari teater Lintang atau teater lain yang belia ampu.
Selain Pak Tesa ada pula Pak Mayusro atau akrab dipanggil Pak May yang tak jauh
beda dengan Pak Tesa, beliau juga orang yang asik, mudah berbaur dengan
siswanya, bahasa yang digunakannya juga enteng tapi juga bukan receh, bahkan
Pak May sering menyinggung teman dekat saya tentang hubungannya dengan
kekasihnya, bayangkan saya hal semacam itu bahkan diikuti perkembangannya oleh
seorang guru. Yang saya ingat lagi dari Pak May ketika mengajar adalah ketika
pelajaran dengan materi pantun, setiap baris dalam satu kelas adalah kelompok.
Kemudian kami diminta untuk saling berbalas pantun antar satu baris dengan
baris yang lain, sungguh menyenangkan jika diinget kembali.
Satu lagi guru
yang nyentrik menurut saya, meski hanya diajar selama satu tahun sebelum
penjurusan, namun guru ini adalah idola banyak siswa. Namanya Pak Bambang atau
lebih akrab dipanggil Babe. Beliau adalah guru sosiologi yang pemikirannya di
luar nalar dan sulit untuk ditebak, namun jika dipikirkan lebih jauh apa yang
disampaikannya itu memang benar. Misalnya saja saat saya mendapati anak IPS
yang diajar oleh beliau hendak memasuki kelas sebelum pelaksanaan ujian akhir,
anak itu membawa contekan di kertas yang amat panjang (mungkin bisa mencapai 2
meter) seperti bon hutang yang 2 tahun tak kunjung dibayar. Saat ditanya untuk
apa membuat contekan seperti itu, anak itu menjawab “ Ini yang nyuruh Babe,
bikin contekan itu sebenernya kita belajar.
Kalo bikin contekan kan kamu pasti baca dulu, terus kamu nulis, abis itu
kamu baca lagi. Sama aja belajar 3 kali kan.” Begitu jawabnya. Ya memang benar
juga sih jika dipikir-pikir, itu sama saja membuat rangkuman.
Ada lagi guru
yang berkesan bagi saya, yaitu guru BK Bernama Pak Ahmad. Beliau adalah guru BK
yang menurut saya tidak pantas galak, karena perangainya kalem dan sabar.
Pernah suatu ketika saya terlambat dan harus menunggu di depan gerbang selama
15-20 menit. Setelah gerbang dibuka, kami yang terlambat masih harus dibariskan
di depan pos satpam sembari diperiksa barang bawaannya. Namun tetap saja
semarah-marahnya Pak Ahmad tak seperti orang marah. Pak Ahmad juga merupakan
guru BK yang perhatian kepada setiap siswanya, misalnya saja ketika saya dan
teman saya bingung hendak melanjutkan kemana selepas SMA, beliau memberi
berbagai nasihat dengan cara yang halus.
Satu lagi guru
yang saya ingat, dan sering dinanti di kelas. Beliau adalah guru Bahasa Jepang,
namanya adalah Fahim, atau Sensei Fahim. Dalam meteri pembelajarannya, Sensei
sering memutarkan film jepang yang kemudian disimak, dianalisis, atau
dirangkum. Pernah pula Sensei memutar sebuah lagu Jepang berjudul Himawari no Yakusaku dari Motoniro Hata
yang menjadi soundtrack Doraemon - Stand
By Me kemudian meminta siswa-siswanya untuk menyanyi bersama dan
mempelajari artinya.
Dan yang
terakhir saya ingat adalah tentor matrikulasi bahasa inggris saya sewaktu SMA.
Saat itu saya berada di kelas MU (Manchester United) dengan tentor yang sangat
atraktif dan interaktif. Gaya pecicilannya tak seperti usianya yang sudah layak
kami panggi Daddy. Ya, waktu itu kami panggil beliau dengan sebutan Daddy Aziz.
Satu kejadian yang benar-benar teringat di kelas adalah saat seluruh kelas
mengira bahwa beliau marah, bahkan sampai melempar salah satu sepatunya kepada
teman sekelas saya. Dan saat semuanya diam, tiba-tiba saya Daddy Aziz tersenyum
dan dengan entengnya berkata “Itu yang disebut akting”. Sontak seluruh siswanya
masih kaget dan melongo sebelum akhirnya tertawa bersama. Jelas saja sebelumnya
kami merasa heran karena Deddy Aziz dikenal sebagai tentor yang ramah dan
sabar, lalu tiba-tiba saja memasang wajah garang dan melempar sepatu. Itu
seperti sebuah situasi yang memacu adrenalin, seperti saat menonton film horor tapi
ternyata yang ditonton film komedi.
Kiranya hanya
itu yang dapat saya kisahkan, mungkin masih banyak lagi yang masih tersimpan.
Untuk lebih lengkapnya mungkin jika ada waktu luang akan saya bagikan dan ajak
kembali rekan-rekan memutar mesin waktu yang usang, mengenang kisah lama yang
kemudian menjadi cerita yang luar bisa. Terima kasih untuk guru-guru saya bila
kalian sempat membaca tulisan ini, terima kasih pula bagi kalian semua yang
telah menyempatkan waktu membaca tulisan yang tak cukup menarik ini. Tapi
setidaknya inilah cara saya berbagi, inilah cara saya berekspresi. Terima
kasih. Arigatou Gozaimasu, semoga berkah dan bermanfaat. Sampai jumpa di post
saya selanjutnya.
Komentar
Posting Komentar